Lebih lanjut kata Iwan, penyidik kemudian melakukan penahanan terhadap ketiga tersangka yaitu MM dan MLY di Rutan Kendari, sedangkan untuk tersangka ES dilakukan penahanan di Rutan Salemba Cabang Kejagung RI di Jakarta.
“Adapun perbuatan para tersangka yaitu PT. AM sebagai salah satu pemegang Izin Usaha Pertambangan (IUP) Operasi Produksi
(OP) berdasarkan Surat Keputusan (SK) Bupati Kolaka Utara (Kolut) tahun 2014 dengan Wilayah Izin Usaha Pertambangan (WIUP) berlokasi di Desa Patikala, Kecamatan Tolala, Kabupaten Kolut,”imbuhnya.
Iwan menambahkan, dan pada tahun 2023, PT. AM memperoleh Kuota Produksi pada persetujuan Rencana Kerja Anggaran Biaya (RKAB) sebesar 500.232 Metrik Ton (MT) dan Kuota Penjualan sebesar 500.004 MT.
“Pada sekitar bulan Juni 2023, Tersangka ES menemui Direktur PT. KMR inisial H membahas kerjasama penggunaan pelabuhan jetty PT. KMR untuk mengangkut ore nikel yang diduga berasal dari Wilayah IUP lain yakni PT. PCM dengan menggunakan dokumen-dokumen milik PT. AM, sehingga ore nikel tersebut seolah-olah berasal dari wilayah IUP PT. AM,”bebernya.
Iwan mengatakan bahwa hingga pada akhirnya pada tanggal 17 Juni 2023 ditandatangani Perjanjian Jasa Pelabuhan antara Direktur PT. KMR inisial H dengan Tersangka MLY terkait penggunaan Pelabuhan jetty PT. KMR untuk penjualan ore
nikel yang dijual menggunakan dokumen yang seolah-olah berasal dari wilayah IUP
PT. AM.
“Tersangka SPI selaku Kepala KUPP Kelas III Kolaka, dan selanjutnya pada tanggal 3 Juli 2023, Kepala KUPP Kelas III Kolaka mengusulkan kepada Direktur Jenderal (Dirjen) Perhubungan Laut (Hubla) agar PT. AM agar juga dapat ditetapkan sebagai
salah satu pengguna Terminal Umum PT. KMR, meski usulan tersebut tidak kunjung
disetujui,”terangnya lagi.