Dijelaskannya, pada dasarnya tidak ada perbedaan kebutuhan gizi anak di masa pandemi maupun di luar masa pandemi. Sebab nutrisi di awal kehidupan sangat memengaruhi masa depan anak.
“Hasil penelitian anak-anak yang mallnutrisi akan menjadi pekerja kasar, sementara anak dengan cukup gizi akan menjadi pekerja kerah putih. Karena itu kesalahan asupan gizi pada anak harus diperhatikan sedini mungkin,” tuturnya.
Misalnya, kata dia,anak yang sudah terlanjur mengkonsumsi kental manis, harus segera di ganti susunya. Susu kental manis ini sebetulnya kandungan nutrisinya tidak disesuaikan dengan kebutuhan bayi atau anak.
“Jadi harus segera ganti dengan susu yang kandungan protein tinggi, kandungan gula rendah dan memang susu yang dibutuhkan sesuai dengan tahapan perkembangan anak,” jelasnya.
Berdasarkan Analisis data Survei Konsumsi Makanan Individu (SKMI), 29,7 persen penduduk Indonesia atau setara dengan 77 juta jiwa sudah mengonsumsi GGL melebihi rekomendasi WHO: gula (>50 gram/hari), garam (>5 gram/hari), dan lemak (>67 gram/hari). Hal ini yang memperburuk persoalan kesehatan di Indonesia.
Pada usia yang lebih dini, konsumsi gula berlebih pada anak terlihat dengan masih banyak orang tua yang memberikan kental manis pada balitanya sebagai pengganti ASI.
Padahal produk kental manis mengandung gula lebih dari 50 persen dan merupakan jenis susu yang peruntukan bukan sebagai minuman harian anak, melainkan bahan tambahan makanan dan minuman. (jpg/fajar)