“RUU itu kan yang punya hak mengajukan hanya Pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), dan dua-duanya sudah kita berikan bahan itu, dan mudah-mudahan segera bisa ditindaklanjuti basis publisher rights itu, bisa dijadikan payung yang memayungi kegiatan teman-teman jurnalis terkait dengan platform-platform digital,”jelasnya.
Lebih lanjut, ia mengatakan bahwa produknya nanti itu adalah Undang-undang, dan paling tidak Peraturan Pemerintah (PP), kalau toh, seandainya UU itu diperkirakan waktu yang lama, paling tidak dalam bentuk PP, sehingga punya payung hukum.
“Kalau kita sekarang itu, itu kan kenapa harus nego dengan saya, loh tidak ada aturannya, kan gitu kan. Tapi kalau ada payungnya, yang nego bukan hanya kawan-kawan jurnalis atau perusahaan media, tetapi pemerintah pun juga. Karena mereka juga akan melaksanakan payung hukum itu, sehingga presurenya ini, tekanannya atau positioning bargaining kita semakin kuat, dan kita ingin menaikkan,”bebernya.
Kata Muhammad Nuh bahwa fenomena platfrom digital ini sudah tidak bisa diatur oleh UU Pers, dan butuh UU baru.
“Undang-undang (UU) Pers kan tahun berapa, kan belum ada fenomena yang sekarang ini, UU Pers itu hanya tentang kemerdekaan Pers, tetapi bisnis dari pers itu kan belum tercakup dengan baik, karena itu kejadiannya tahun 1999,”
“Dan ini fenomena baru, muncul platform digital ini adalah fenomena baru, baru 5 hingga 10 tahun terakhir,”pungkasnya.(IMR/FNN)