Upaya mewujudkan Sultra bebas Odol yang sudah mendapat dukungan Bapak Gubernur Ali Mazi tentu tidak mudah, terbukti adanya penolakan yang dilakukan oleh para pelaku usaha dan pengemudi angkutan barang melalui aksi demonstrasi yang tergabung dalam Forum Supir Truk Sultra.
Aksi demo yang mendesak pimpinan DPRD untuk melakukan RDP dengan Tim Terpadu dan menunda gakkum ODOL sampai ada ketetapan sewa dari pemerintah provinsi yang bisa menjamin kelangsungan biaya sopir dan cicilan kendaraan truk.
Sopir menganggap bahwa kebijakan penertiban ODOL menghalangi mata pencarian sopir, karena membatasi muatan, padahal mereka harus melayani kebutuhan smelter di Konawe.
Menanggapi hal ini Benny Nurdin mengatakan bahwa apa yang dilakukan oleh sopir mendatangi DPRD adalah hal yang wajar yang penting tertib dan tidak anarkis.
Benny menambahkan bahwa terkait tuntutan sopir pada prinsipnya memaklumi, tapi sebenarnya gakkum ini malah untuk menyelamatkan pengusaha transporter dan para sopir.
“Kalau saja semua pengusaha truk dan sopir melakukan normalisasi dan mengoperasikan kendaraan sesuai aturan yang berlaku maka keuntungan ada pada mereka. Sopir aman, terhindar dari ancaman lakalantas dan kendaraan akan awet karena dioperasikan sesuai standar pabrik dan ketentuan yang berlaku,” katanya.
Benny menambahkan harusnya pihak smelter yang menyesuaikan tarif sesuai daya angkut di kartu uji, bukan transporter yang dipaksa menerima tarif murah yang berimplikasi pada tata cara pemuatan ODOL.
“Kalau perusahaan asing tentunya mereka lebih paham regulasi, karena regulasi di Indonesia terkait angkutan barang sama yang berlaku di negara luar, jadi ini tidak adil kalau di negara mereka pahami aturan dan bisa menyesuaikan kenapa di Sultra mereka tidak mau menerapkan tarif dengan standar pengangkutan sesuai regulasi di UU nomor 22 Tahun 2009 tentang LLAJ, ini kan aneh kalau memang itu alasan para sopir,” ujar Benny.