“Kemudian, bermohonlah Wa Asina untuk melakukan pengukuran tersebut, dan kami turunlah mengukur diatas lahan tersebut, dan diatas lahan tersebut, setelah kami olah data, itu tidak ada masalah dengan batas-batas itu,” kata Samsarti.
Samsarti kemudian mengatakan bahwa yang menjadi persoalan sebenarnya ketika ada persoalan batas tanah, tapi itu pasti BPN akan mengeluarkan itu dari sertifikat, jika ada yang sengketa, artinya telah terbit sertifikat artinya tidak ada sengketa soal batas tanah.
“Kemudian tahun 2020, kan sudah ribut disitu, artinya BPN menganggap bahwa ketika ada tumpang tindih lahan, pasti diselesaikan di Pengadilan, tapi sampai hari ini juga tidak ada upaya menyampaikan ke kami, bahwa ada tumpang tindih tersebut,”ujarnya.
“Jadi saya bisa pastikan, bahwa berdasarkan data BPN tidak ada tumpang tindih lahan di atas tanah itu, dan posisi La Dani itu di belakang, dan di depan itu Karni, dan yang harusnya ribut sebenarnya ini, harusnya Karni, tetapi dia tidak ribut-ribut juga,”ucapnya.
Lanjutnya, jadi kita BPN melakukan pensertifikat tanah, tidak bisa kita mengaru yang namanya kawasan hutan, makanya itu area main kami selalunya tempat turunnya program TORA itu, karena Program TORA itu paling 200 meter, 100 meter, disitu mainnya kalau TORA itu, tergantung dari Kehutanan mau tingkatkan berapa meter ke atas, karena kami juga sudah diwarning oleh Dinas Kehutanan bahwa menyentuh kawasan, itu penjara buat kami, jadi kami juga sangat berhati-hati sekali, dan terbitnya sertifikat itu atas persetujuan dari pemerintah setempat dalam hal ini Kepala Desa.