“Jadi tadi sidang kami laksanakan terpisah memang, tidak bisa bertemu, dan kami tidak bisa pertemukan, karena demi keamanan mereka,”ujarnya.
Kata La Iru, tidak ada yang menangis, jadi yang jelas begini, kita kan begini, kode etik itu adalah memeriksa, verifikasi, mediasi.
“Tadi sempat kami tawaran mediasi kepada korban, kalau kira-kira memang misalnya berpikir baik, ini menguntungkan atau tidak?, bisa mencabut gugatannya, tapi ia mengatakan sudah terlanjur jalan,” bebernya.
Lebih lanjut kata La Itu, jadi selanjutnya, tinggal saksi yang kita panggil, yakni saksi dari kedua belah pihak, yang melihat kejadian itu, selama ini kan kalian tidak menulis itu, siapa orang disekitar itu? baru tadi terbongkar.
“Jadi pemanggilan saksi ini, ada inisiatif kami (DKKED) saja, setelah misalnya mereka (pemohon dan termohon) cerita misalnya ada beberapa orang disitu, jadi kita akan panggil, selama ini kan tidak pernah kami tahu itu, bahwa ada orang disekitar situ, tidak pernah juga saya baca di koran, di media, tidak ada itu, ternyata ada orang yang berada disekitar situ, ya ditempat itu,”imbuhnya
Kata La Iru menegaskan soal siapa saksinya tidak bisa itu (kami buka), orang itu, pokoknya mahasiswa, dan itu berdasarkan informasi dari kedua belah pihak.
“Kalau kami kan, jadi kami (DKKED) hanya memeriksa, meverifikasi kemudian memediasi, harapan kami bahwa mediasi itu, bisa berhasil, artinya kalau mereka ini damai, ternyata kita tawarkan tetap tidak bisa, makanya tadi keluar itu (korban) menangis, kira-kira itu, tidak mau dia (mediasi) terlanjur jalan kata dia,” kata La Iru,”jelasnya lagi.