Lebih jauh Saiful menjelaskan bahwa Muhammadiyah secara historis dekat dengan Masyumi. Dari keluarga Masyumi muncul sejumlah partai seperti partai yang menamakan diri Masyumi sendiri. Saiful menyebut bahwa selain partai Masyumi, juga ada Partai Bulan Bintang dan Partai Amanat Nasional yang berasal dari rumpun sosiologis yang sama, Masyumi.
Saiful melihat bahwa faktor penentu kemenangan satu partai atas partai lainnya dalam rumpun yang sama tidak cukup hanya dengan hubungan simbolik dan historis antara klaim kedekatan satu partai dengan Ormas tertentu. Jika klaim hubungan simbolik saja dengan, misalnya, Masyumi yang berperan penting, mestinya partai yang menamakan dirinya Masyumi yang akan mendapatkan dukungan publik lebih banyak. Demikian pula dengan PBB yang memiliki lambang yang mirip dengan Masyumi. Kenyataannya tidak. Justru yang unggul adalah PAN.
Pada mulanya, jelas Saiful, PAN didirikan dengan tidak memiliki keterkaitan sejarah dengan politik Indonesia, misalnya dengan Masyumi maupun Muhammadiyah. Para penggagasnya adalah tokoh-tokoh yang sangat nasionalis, seperti Goenawan Mohamad. Kenyataannya PAN yang mendapatkan suara yang banyak dari rumpun Masyumi.
“Klaim (kedekatan historis) saja tidak cukup, tapi juga harus ada tokoh di situ,” kata Saiful.
Amin Rais pada 1999 adalah salah satu bintang politik Indonesia. Saiful menyatakan bahwa dalam sejarah politik Indonesia, harus diakui bahwa Amin Rais adalah tokoh yang sangat penting dalam gerakan reformasi Indonesia. Bahkan diklaim sebagai Bapak Reformasi, dan itu sah, menurut dia.