Saiful Mujani: Partai Baru Sulit Lolos, Karena Tidak Memenuhi Syarat Kebaruan

  • Bagikan

Saiful menceritakan bahwa pada Pemilu 1999, banyak yang menyangka PAN akan menjadi pemenang Pemilu. Mereka memiliki ekspektasi yang sangat tinggi pada PAN. Kenyataannya hanya mendapatkan suara 7 persen. Ini di luar dugaan banyak orang. Tradisi riset di tahun 1999 memang belum kuat, jadi banyak orang yang menebak tanpa studi empiris yang memadai.

Perolehan suara PAN yang hanya 7 persen, menurut Saiful, terlalu jauh dari perolehan partai Masyumi pada Pemilu 1955 yang mencapai suara sekitar 20 persen. Ke mana suara Masyumi?

Saiful menyebut bahwa dalam satu studi dikatakan tradisi Masyumi terpecah, salah satunya tertampung di Partai Golkar. Golkar adalah pelanjut dari Masyumi. Karena Golkar kuat di Jawa Barat, dan daerah ini adalah salah satu basis Masyumi.

“Demikian pula dengan Sumatera, Golkar juga kuat di sana, dan itu adalah basis Masyumi. Pada umumnya, di luar Jawa, Masyumi kuat. Dan pada Pemilu 1999, partai yang kuat di luar Jawa adalah Golkar,” jelas penulis buku Muslim Demokrat itu.

Aspek ketiga adalah tokoh. Contoh yang paling baik, menurut Saiful, bagaimana tokoh memiliki peran penting dalam pembentukan partai adalah kelahiran Partai Demokrat. Partai ini tidak memiliki basis pada Ormas. Bahkan, menurut Saiful, pada Demokrat, Ormasnya dibuat justru bersamaan dengan pendirian partai. Awalnya mereka tidak memiliki Ormas pendukung, adanya adalah tokoh seperti Susilo Bambang-Yudhoyono dan teman-temannya. Begitu dideklarasikan, SBY bisa menarik suara dan Demokrat mendapatkan suara yang cukup signifikan, sekitar 7 persen pada 2004. Lalu setelah SBY menjadi presiden, pada Pemilu 2009, Partai Demokrat mendapatkan suara 21 persen.

  • Bagikan