“Karena mereka tidak puas dengan kekalahan dimaksud, objek sengketa dijual kembali (apa benar dijual atau tidak atau hanya siasat) yang kemudian dikuasai oleh Bapak Zaami Rianto cs hingga saat ini, meskipun sudah disertifikatkan,”bebernya.
Senada dengan itu, Kabid Hukum Polda Sultra, La Ode Proyek yang juga Kuasa Hukum Sat Brimobda Polda Sultra ini mengungkapkan, bahwa pertanyaan mendasar bagi saudara (i) yang sudah komentar tanpa disertai pengetahuan yang jelas.
“Sampai kapan ada kepastian hukum apabila masyarakat sudah mengetahui jika tanah yang sudah berperkara dibeli kembali dengan harga murah dengan hanya alasan sebagai milik leluhur?”. Hal yang sama juga dilakukan oleh Kepala Desa Puosu Jaya saat ini, yang senyatanya mengetahui bahwa lahan tersebut adalah lahan Resetlement Polri yang sudah melalui proses hukum, namun tetap nekat membeli pada tahun 2020?,” ungkap Hari.
Sejarah Lahan Restlement Polri Sat Brimob Polda Sultra
Pada tahun 1970-an, awalnya tanah di Desa Lamomea, dahulunya merupakan hamparan hutan belantara.
Hutan ini dijadikan sebagai tempat perburuan oleh warga sekitar untuk mencari Rusa dan Anoa.
Adanya kondisi itu, membuat warga pada saat itu enggan menjadi areal tersebut untuk digarap karena masih alami dengan keberagaman hewan buas lainnya.
Seiring dengan perkembangan waktu, tahun 1980-an Panglima ABRI Jenderal Muhamad Yusuf mengeluarkan Program Transmigrasi lokal untuk meningkatkan kesejahteraan anggota ABRI terutama yang sudah pensiun, maka Tanah Hutan tersebut dijadikan Areal Tranmigrasi Lokal oleh para Purnawirawan Polri seluas 120 Ha.