Sambungnya, kalau yang memeras, berarti pasal yang disangkakan adalah salah satu pihak.
“Kalau konstruksinya bahwa yang bersangkutan itu, ada orang yang sedang mengurus izin atau perizinan, dia mau berusaha di Kota Kendari, dia mau membangun itu, nah, kemudian pada saat pembangunannya itu, dia diberikan syarat-syarat dengan imbalan, dia diminta untuk membuatkan kampung warna-warni dengan meminta imbalan Rp. 700 juta untuk pembangunan kampung warna-warni. Tapi disatu sisi, kampung warna-warni tersebut juga, sudah dibiayai oleh Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD),”bebernya.
Kata Ade, begini, artinya disini, untuk tersangka Sulkarnain Kadir tersebut, itulah yang disangkakan oleh penyidik, sehingga yang bersangkutan, dimana juga tenaga ahlinya sudah tersangka dan sedang disidangkan.
“Kalau pasal 12 huruf e itu pemerasan, jadi yang memeras, misalnya salah satu contoh, ada orang yang diperas, berarti orang yang memerasnya saja. Kenapa bukan gratifikasi, karena disini ada unsur memaksanya,”jelasnya.
Kata Ade lagi, gini deh, itu kan sudah materi penyidikan, biarlah penyidik sekarang bekerja dulu, ya, inikan lagi penyidikan, tentunya kalaupun nanti, hasil perkembangan penyidikan itu, perkembangan sidang pun, pada akhirnya akan di laporkan.
“Terkait apakah akan tersangka baru selain Sulkarnain Kadir, ya, tidak menutup kemungkinan kalau fakta-fakta dipersidangan itu muncul. Jadi tidak menutup kemungkinan ada tersangka baru,”ujarnya.
Terkait kenapa baru saat ini perkara ini dilaporkan pihak Alfamidi ke Kejati Sultra, Ade menjelaskan bahwa itu hak dari setiap orang untuk melaporkan, sekarang misalnya Abang merasa diperas, kan kapan pun, ketika akan melaporkan, kan itu hak, kita tidak bisa memaksakan seseorang, harus lapor kapanpun, jadi itu hak pada orang yang melaporkan.