Lanjut kata Silvester, pemilik manfaat adalah orang perseorangan yang dapat menunjuk atau memberhentikan Direksi, Dewan Komisaris, Pengurus, Pembina atau Pengawas pada Korporasi yang memiliki kemampuan untuk mengendalikan Korporasi dan berhak atas dan/atau menerima manfaat dari Korporasi baik langsung maupun tidak langsung.
“Tindak pidana pencucian uang dan tindak pidana terorisme dapat menjadi ancaman bagi stabilitas dan integritas sistem perekonomian dan sistem keuangan, serta membahayakan sendi-sendi kehidupan masyarakat, berbangsa dan bernegara berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945,” ujarnya.
Dalam perkembangannya saat ini, tindak pidana pencucian uang semakin kompleks, melintasi batas-batas yurisdiksi, dan menggunakan modus yang semakin variatif, memanfaatkan Lembaga diluar sistem keuangan, bahkan telah merambah ke berbagai sektor.
“Untuk mengantisipasi hal itu, Financial Action Task Force (FATF) on Money Laundering telah mengeluarkan standar internasional yang menjadi ukuran bagi setiap negara dalam pencegahan dan pemberantasan tindak pidana pencucian uang dan tindak pidana pendanaan terorisme,” tuturnya.
Ia juga menambahkan bahwa untuk merespon perkembangan tersebut, Indonesia terhadap rekomendasi tersebut adalah dengan menerbitkan Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 13 Tahun 2018 Tentang Penerapan Prinsip Mengenali Pemilik Manfaat Dari Korporasi Dalam Rangka Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang Dan Tindak Pidana Pendanaan Terorisme.