Kata Haerun, di Sultra, dia unik, yang disasar itu hanya masyarakat-masyarakat kecil, itupun tidak ada pendekatan-pendekatan sosialisasi, kita tidak ada pilihan, pilihannya sekarang ini bertahan di Kantor DPRD Provinsi sampai ada titik solusi yang bisa membangkitkan semangat atau kemudian kita relakan mobil-mobil kita ditarik oleh leasing, itu pointnya.
“Sejauh ini tuntutan kami, kalau misalnya pemerintah itu konsisten menegakkan aturan, jangan hanya kita masyarakat kecil, tapi perusahaan-perusahaan besar yang juga menyediakan truk-truk besar itu yang juga lalu lalang di Kota Kendari itu, itu harus ditertibkan juga, misalnya Mobil-mobil SPBU-SPBU dari Depot Pertamina, Mobil dari PT Bosowa, Mobil Perusahaan Gas di Todonggeu sana, itu bak-baknya lebih dari 1 meter juga, dan muatannya bukan hanya 8 ton, itu juga harus ditertibkan,”ucapnya lagi.
Selain itu Haerun juga meminta agar ada penetapan harga material dan biaya rotase di Provinsi Sultra.
“Kedua, kalaupun, kemudian ditertibkan, juga kemudian harus jelas, pemerintah dalam menetapkan harga material, menyiapkan regulasi tentang biaya rotase sopir atau angkutan,”harapnya.
Kata Haerun, selama ini kan, ini barang dikuasai oleh tengkulak-tengkulak, suka-sukanya mereka menentukan sewa mobil, tidak ada keputusan dari Pemerintah Provinsi, bahkan di tahun 2020, Pemerintah Provinsi hanya menetapkan harga material, peraturan itu ada di peraturan gubernur, saya lupa nomornya berapa, dia telah menetapkan berapa sewa rotase mobil, sehingga masyarakat itu pilihannya, kalau tidak dikasih overload, tidak mungkin dapat cicilan mobil, kayak gitu, tidak mungkin dapat rotase mobil.