Dituding Diskriminasi dan Tidak ada Sosialisasi Penindakan ODOL, Ini Penjelasan Kepala BPTD Wilayah XVIII Sultra

  • Bagikan

“Kalau pemerintah mau menetapkan atau mengintervensi semua kontraktor-kontraktor misalnya di Ladongi ini, dia tentukan sewa material, sewa mobil yang memuat material dari Unaaha ke Toronipa, atau dari Molawe ke Toronipa, atau harga sewa mobil yang akan muat pasir dari Nambo ke Kendari, kita kan sudah ada rujukan, tapi masalahnya ini pemerintah kemudian tidak bisa menetapkan sewa rotase, tiba-tiba menegaskan penertiban itu, maka pada akhirnya tidak bisa bekerja,”ujarnya.

Lebih lanjut Haerun menjelaskan kita ambil misalnya muatan 8 ton, katakanlah muatan 8 ton itu dari Moramo ke Morosi, itukan sewa mobil hanya 63 ribu rupiah di kali perton, anggaplah dapatnya 550 ribu rupiah satu ret, 550 ribu itu, kalau dikurangi misalnya bahan bakar sekarang ini, setengah mati subsidi, kebanyakan industri, anggaplah satu kali lari bahan bakar 290 ribu rupiah, dipotong uang makan sopir 50 ribu rupiah, dipotong misalnya rotase anggaplah 80 ribu rupiah, sisa berapa itu? Dipotong misalnya PAD untuk orang-orang perhubungan pada 4 Pos sebanyak 20 ribu rupiah per pos, maka itu habis.

“Maka kalau kebijakan itu hanya semata-mata pendekatan regulasi, pilihannya itu masyarakat, apakah mobilnya ditarik oleh leasing, dan sopir yang selama ini kerja juga akan terputus, dan bukan hanya masyarakat yang rugi tapi daerah juga, karena yang mendukung pembangunan Sultra ini, sebagian besar adalah sopir-sopir, yang layani kontraktor-kontraktor itu mereka membangun semua itu adalah sopir truk, misalnya pembangunan jalan oleh PP semua adalah sopir-sopir truk lokal,”tuturnya.

  • Bagikan