“Soal tryout yang diberikan kepada kami selama karantina itu sulit sekali. Skor saya masih di bawah. Tapi saat tes kemarin, soalnya jadi terasa lebih mudah. Saya optimis bisa lolos tes. Terima kasih untuk bimbingannya para tentor,” ungkapnya.
Tidak hanya Mujahidah, peserta lain, Ahmad Rifki yang berasal dari Desa Loeha, juga sempat merasa ragu untuk ikut Bimbel. Awalnya, Dia menilai pelatihan yang diberikan adalah K3 untuk pertambangan. Ternyata, bimbingan untuk persiapan masuk kuliah. Dia ingin mundur dari program tersebut karena mengetahui kuliah butuh biaya yang besar.
“Syukurnya saat ragu saya bertemu kepala Desa Loeha, beliau memberi motivasi pasti ada jalan jika punya niat kuliah. Saya minta izin ke ibu, lalu berangkat. Di acara pembukaan kegiatan, saya tersentak dengan pernyataan pak Camat untuk tidak menuntut warisan tanah tapi warisan ilmu. Selain itu, pak Endra juga mengubah mindset saya, ia mengatakan manajemen PT Vale berharap anak Loeha Raya tidak hanya jadi operator, tapi pemimpin di masa depan. Di tempat karantina, saya ketemu pak Syarif yang semakin menguatkan semangat untuk berkuliah. Katanya kuliah tidak selalu tentang uang, melainkan semangat meraih cita-cita,” jelasnya.
Rasa syukur yang sama juga hadir dari salah satu perwakilan orang tua. Sungi Syam berterima kasihnya kepada PT Vale karena telah menghadirkan program Bimbel.
“Sebagai orang tua, kami sangat mendukung kegiatan seperti ini. Sebenarnya kami warga dari seberang sangat berat jika harus mendaftarkan anak-anak di program bimbingan. Kehadiran PT Vale sangat menolong kami orang yang kurang mampu dalam mendukung cita-cita anak,” ungkapnya.